rss

24 Oktober 2009

Efisiensi PLN Tekan Subsidi Hingga Rp. 11,6 Triliun


Model bisnis yang padat subsidi sebagai akibat tarif yang jauh di bawah biaya pokok produksi telah memicu PLN untuk senantiasa melakukan efisiensi dan upaya-upaya korporasi untuk dapat menjawab tantangan pembangunan sektor kelistrikan dan penurunan beban subsidi pemerintah. Sepanjang Semester I 2009 PT PLN (Persero) berhasil menekan biaya bahan bakar sebesar Rp 17 triliun dari program bauran energi  (fuel-mix) sehingga membantu menurunkan beban subsidi pemerintah sebesar Rp 11,6 triliun. Berdasarkan laporan keuangan tengah tahunan yang telah diaudit akuntan publik, diketahui bahwa pemakaian bahan bakar minyak turun 53% dari Rp 43,675 triliun di Semester I 2008 menjadi Rp 20,789 triliun di Semester I 2009. Perbaikan fuel mix tersebut ditunjukkan oleh peningkatan konsumsi penggunaan gas dari 86.000 bbtu menjadi 123.000 bbtu dan batubara dari 10 juta ton menjadi 10,8 juta ton, serta penurunan konsumsi BBM dari 5,9 juta kilo liter menjadi 4,5 juta kilo liter.

"PLN melakukan berbagai upaya untuk efisiensi di berbagai bidang.  Dari efisiensi  pemakaian bahan bakar saja PLN dapat menurunkan biaya operasional hingga 17% sehingga dapat membantu  menurunkan beban subsidi pemerintah sebesar Rp 11,6 triliun," kata Direktur Utama PT PLN Fahmi Mochtar.

Berkaitan dengan upaya efisiensi, dia melanjutkan,  penghematan dari pengalihan bahan bakar solar high speed diesel (HSD) mencapai 55%, yakni dari Rp 34,963 triliun menjadi Rp 15,729 triliun. Pengurangan pemakaian solar industri diesel tercatat 84% dari Rp 8,526 triliun menjadi Rp 5,007 triliun.

"Pengalihan dilakukan di beberapa pembangkit seperti PLTGU Tanjung Priok dan PLTGU Muara Tawar. Ke depan akan semakin banyak pembangkit milik PLN yang menggunakan bahan bakar batu bara atau gas. Dengan adanya kebijakan domestic market obligation (DMO) batu bara yang akan ditetapkan pemerintah, mudah-mudahan penurunan biaya bahan bakar yang kami lakukan bisa lebih besar yang pada akhirnya akan menurunkan subsidi Pemerintah," ujarnya.

Meskipun biaya penyediaan listrik berhasil ditekan melalui efisiensi operasi, namun akibat rata-rata harga jual listrik yang hanya mampu menutupi lebih kurang 63% biaya penyediaan, pemerintah masih harus menutup selisih tersebut dengan memberikan subsidi kepada harga jual listrik ke masyarakat yang besarnya bervariasi antara masing-masing segmen pelanggan. Hingga akhir 2009 diperkiraan total subsidi pemerintah dapat mencapai Rp 50 triliun.

Fahmi menjelaskan, saat ini PLN sangat membutuhkan margin PSO untuk memperkuat posisi keuangan perusahaan sehingga dapat memenuhi covenant pinjaman. Apabila kondisi finansial sehat, BUMN tersebut dapat memperoleh pinjaman baik dari lembaga keuangan internasional seperti Asian Development Bank (ADB) atau International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), maupun dari komunitas pasar uang dunia melalui penerbitan obligasi berdenominasi dolar AS maupun rupiah. Pada tahun 2009 pemerintah dengan persetujuan DPR memberikan margin PSO 5% kepada PLN.

Untuk mendapat dana guna meningkatkan kapasitas infrastruktur kelistrikan dalam memenuhi pertumbuhan permintaan listrik masyarakat, PLN harus menjaga sejumlah persyaratan (covenant) pinjaman. Lembaga keuangan internasional mensyaratkan debt service coverage ratio (DSCR), yakni rasio laba terhadap kewajiban pembayaran hutang, di angka 1,5. Sedangkan untuk masuk ke pasar obligasi internasional ada persyaratan pemenuhan consolidated interest coverage ratio (CICR), yaitu rasio arus kas terhadap bunga pinjaman, minimal sebesar 2 kali.

"Walaupun berhasil melakukan efisiensi dan mendapat margin PSO 5% dari pemerintah, subsidi pemerintah tetap diperlukan karena harga jual listrik kepada pelanggan jauh di bawah biaya pokok produksi. Di samping itu, margin 5% itupun hanya sebatas membantu PLN dalam menjaga covenant pinjaman saat ini" lanjutnya.

Berdasarkan laporan keuangan yang sudah diaudit oleh kantor akuntan publik, total pendapatan usaha PLN mengalami penurunan dibanding Semester I 2008 yakni dari Rp 78,006 triliun menjadi      Rp 68,890 triliun. Pendapatan dari penjualan tenaga listrik mengalami kenaikan dari Rp 40,960 menjadi Rp 43,493 triliun. Sedangkan pendapatan dari subsidi listrik pemerintah menurun sebesar  32% dari Rp 36,321 triliun menjadi Rp 24,699 triliun.

Secara keseluruhan beban usaha mengalami penurunan dibanding periode yang sama 2008 sebesar 16,8% dari Rp 75,489 triliun menjadi Rp 62,812 triliun. Pengeluaran terbesar (55%) adalah untuk pembelian bahan bakar dan pembelian tenaga listrik dari perusahaan swasta (20,7%).

Di sisi aset, per 30 Juni 2009, PLN mencatatkan Rp 305,518 triliun yang terdiri dari aset tidak lancar (noncurrent asset) Rp 273,379 triliun dan aset lancar (current asset) Rp 32,138 triliun. Sedangkan di sisi kewajiban, tercatat total kewajiban tidak lancar (noncurrent liabilities) Rp 131,881 triliun) dan kewajiban lancar (current liabilities) Rp 39,851 triliun. Dengan jumlah ekuitas Rp 133,784 triliun, maka total ekuitas dan kewajiban PLN tercatat Rp 305,518 triliun.     
                                          
      PERBAIKAN BAURAN ENERGI (FUEL MIX) ;



Smt 1, 2009
Smt 1, 2008
Gas (bbtu)
123.000
86.000
Batubara (Juta ton)
10.8
10
BBM ( juta kilo liter)
4.5
5.9

0 komentar:


Posting Komentar